Kekosongan Hukum (Vacuum)

Kekosongan Hukum ?
Menurut KBBI cetakan kedua tahun 1989, "Kekosongan adalah keadaan, sifat dan sebagainya kosong atau kehampaan", jika di dalam kamus Hukum diartikan dengan Vacuum, yang diterjemahkan sama dengan kosong atau lowong.
Dari penjelasan diatas maka secara sempit, "kekosongan hukum" dapat diartikan sebagai "suatu keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang-undangan (hukum) yang mengatur tata tertib tertentu dalam masyarakat". Sehingga kekosongan hukum dalam Hukum Positif lebih tepat dikatakan sebagai "kekosongan undang-undang/peraturan.


Mengapa terjadi Kekosongan Hukum  ?
Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan baik oleh Legislatif maupun Eksekutif, pada kenyataanya memerlukan waktu yang lama, sehingga pada saat peraturan perundang-undangan dinyatakan berlaku, maka hal-hal atau keadaan yang hendak diatur oleh peraturan tersebut sudah berubah. 
Selain itu, kekosongan hukum dapat terjadi karena hal-hal atau keadaan yang terjadi belum diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, atau sekalipun telah diatur, namun tidak jelas dan tidak lengkap. 


Akibat apa yang timbul ?
Akibat yang ditimbukan karena adanya kekosongan hukum, terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi Ketidakpastian Hukum (rechtstonzekerheid), atau ketidakpastian peraturan perundang-undangan di masyarakat. Yang lebih jauh lagi akan berakibat pada kekacauan hukum (rechtsverwarring), dalam arti bahwa selama tidak diatur berarti boleh. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan (kekacauan) dalam masyarakat mengenai aturan apa yang harus dipakai atau diterapkan. 


Solusi apabila terjadi Kekosongan Hukum ?
  • Penemuan Hukum (rechtsvinding) oleh Hakim 

Berdasarkan pasal 22 A.B (Algemene Van Wetgeving voor Indonesia 1847:23) dan Pasal 14 UU No. 14 tahun 1970 : (Pokok-pokok kekuasaan kehakiman) seorang hakim tidak boleh menangguhkan atau menolak memeriksa perkara dengan dalih UU tidak sempurna atau tidak adanya aturan hukum. Dalam kondisi UU tidak lengkap atau tidak jelas maka seorang hakim harus melakukan penemuan hukum (rechtsvinding). Penemuan hukum diartikan sebagai sebuah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas hukum lainnya terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. Atau dengan bahasa lain penemuan hukum adalah upaya konkretisasi peraturan hukum yang bersifat umum dan abstrak berdasarkan peristiwa real yang terjadi.

Apabila suatu peraturan perundang-undangan isinya tidak jelas, maka hakim berkewajiban untuk menafsirkan sehingga dapat diberikan keputusan yang sungguh-sungguh adil dan sesuai dengan maksud hukum. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahas Passion

Diary eps. 8

Diary, episode 3